JAKARTA, TERMINALNEWS.CO – Dari waktu ke waktu, seruan yang menggemakan khilafah untuk menggantikan sistem pemerintahan di suatu negara masih saja terdengar, tak terkecuali di Indonesia.
Berbagai propaganda dari para pengusung ideologi transnasional ini selalu menyusup dan menumpangi isu-isu yang sedang menyita perhatian publik, seolah menjanjikan solusi dari segala permasalahan.
Membahas propaganda khilafah dan signifikansinya, KH. Helmi Ali Yafie, menjelaskan bahwa sama dengan seluruh sistem pemerintahan yang pernah ada dalam peradaban manusia, khilafah pun memiliki banyak kekurangan.
Pendiri Lembaga Kajian Pembangunan Sumber Daya Manusia – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam-PBNU) ini membandingkan sistem kekhilafahan dengan praktik kerajaan yang umum di wilayah Timur Tengah.
“Kalau kita kembali mempelajari sejarah ya, sistem Khilafah itu seringkali mengacu pada model yang dijalankan pada masa pemerintahan Bani Umayyah, Abbasiyah, dan Fatimiyah. Dari masing-masing kelompok yang sempat memimpin, sebenarnya semua itu tidak jauh berbeda dengan apa yang kita kenal sebagai sistem kerajaan,” tutur KH. Helmi, Rabu (28/8/2024).
Dirinya menambahkan, justru dengan kegagalan dan ketidakpuasan masyarakat Timur Tengah dengan sistem kekhilafahan, muncul suatu gerakan baru yang disebut dengan sufisme.
Sufisme hadir sebagai sikap kritis terhadap gaya dan pola kehidupan keluarga dan kroni sang khalifah yang saat itu bermewah-mewahan dan senang memamerkannya.
Helmi, yang saat ini juga menjabat sebagai Anggota Badan Pengawas Perhimpunan Rahima, menyebutkan bahwa negara Indonesia terbentuk sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.