Oleh : Cocomeo Cacamarica
Carut marut dunia kewartawanan, sedang terbelenggu oleh ulahnya sendiri, akibat kerakusan oknum-oknum, yang duduk di “kursi panas” Persatuan Wartawan Indonesia – PWI Pusat. Mereka sedang menari-menari genit, setelah “mempermainkan” dana hibah, yang diberikan BUMN, setelah bertemu Presiden RI ke-7, Jokowi.
mBah Coco, mencoba memberi referensi dari sudut yang berbeda. Bahwa, kekusutan dunia lembaga wartawan, sebetulnya sudah terbiasa berlangsung, sejak lembaga ini didirikan di Surakarta, 9 Februari 1946, setahun setelah RI merdeka.
Di jaman millennium ke-3, mBah Coco menilai organisasi PWI, sepertinya asyik-asyik saja.
Mereka dalam berorganisasi, tidak pernah ribut-ribut dalam menjalankan kongres. Beda pilihan, mudah diselesaikan lewat voting. Kesannya, setiap Kongres PWI, selalu berjalan mulus. Bahkan, Ketua Umum yang terpilih, nggak ada grusa-grusu, dan selama kongres nggak ada kekacauan.
Versi mbah Coco, jika awal 2024 ini, ada ribut-ribut di tubuh PWI, yang awalnya berpangkal, adanya penyimpangan dana hibah Forum Humas BUMN, yang katanya untuk penyelenggaraan UKW. Tidak sebanding, dengan dua kubu di jaman kemerdekaan. Pasalnya, beda misi dan visi, dalam membangun organisasi.
Persoalan “penyimpangan” duit hibah BUMN, yang berlarut-larut, akibat pengurus harian yang dipimpin, Ketua PWI Pusat, Hendry Ch Bangun, masih terus menerus mencoba melawan keputusan Dewan Kehormatan PWI, Sasongko tedjo, yang meminta agar Ketua PWI Pusat memberhentikan pengurus yang terlibat, dalam penyimpangan dana BUMN.