Oleh : Bambang Soesatyo
DATA resmi tentang 10 juta remaja atau generasi Z (Gen-Z) yang tidak melanjutkan sekolah dan tidak bekerja harus ditanggapi dengan bijak, dengan menghadirkan pendekatan solutif. Berpijak pada titah konstitusi dan tujuan pembangunan itu sendiri, negara wajib peduli pada fakta itu dengan melakukan intervensi untuk mengatasi masalahnya.
Pada pembukaan UUD 1945 alinea keempat, salah satu titahnya sangat jelas, yakni kewajiban negara mencerdaskan bangsa. Kemudian, dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945, pernyataan konstitusionalnya pun sangat tegas; bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Makna titah konstitusional ini jangan dipersempit. Sebaliknya, titah tentang kewajiban negara mencerdaskan bangsa itu harus dihayati dan diimplentasikan dalam arti yang seluas-luasnya, seturut perkembangan dan kebutuhan zaman.
Dalam konteks itu, contoh historis tentang intervensi pemerintah layak untuk dikedepankan. Karena alasan kebutuhan, pada awal dasawarsa 60-an, pemerintah melakukan intervensi melalui keputusan Presiden Soekarno mengirimkan ribuan mahasiswa belajar di negeri lain, seperti Amerika Serikat, Belanda, Tiongkok, Jepang, dan sejumlah negara di kawasan Eropa Timur. Alasannya, belasan tahun sejak proklamasi kemerdekaan, negara kekurangan tenaga ahli yang dibutuhkan untuk pembangunan.
Jadi, tujuan ideal penugasan belajar ke luar negeri itu jelas; selesai menimba ilmu di negeri lain, ribuan mahasiswa itu diwajibkan kembali ke Indonesia untuk membangun negaranya. Itulah Impian negara-bangsa pada era itu. Memang, sejarah mencatat bahwa setelah menyelesaikan tugas belajarnya, banyak dari mereka yang tidak bisa kembali ke Indonesia karena perubahan politik di dalam negeri sejak 1965.