Oleh: Patricia Leila Roose
DALAM KEHIDUPAN keseharian kita sering malas membedakan antara konflik dan pembantaian.
Konflik lebih merujuk pada pertarungan atau pertempuran antar kelompok sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan cara kompromi atau damai.
Perseteruan antar suku yang sering terjadi di bumi Papua termasuk jenis konflik yang selalu berulang -ulang, ada perdamaian dan sewaktu-waktu muncul konflik kembali.
Di bumi Kalimantan pernah meledak satu konflik antar etnis yang pada ujungnya bisa diselesaikan dengan keterlibatan alat negara.
Perseteruan berdarah di Maluku antar kelompok yang berbasis agama pada akhirnya bisa tercipta perdamaian dengan inisiatif antar kelompok yang berkonflik.
Aceh, konflik yang terjadi antara kelompok yang tidak puas terhadap pemerintahan pusat yang melakukan eksploitasi ekonomi di bumi Aceh dilawan oleh kelompok yang menginginkan keadilan di dalam pengelolaan dan pemerataan ekonomi, sementara Pemerintah Pusat menafsirkan sebagai gerakan separatis.
Perdamaian bisa terjadi setelah ada kesepakatan pengelolaan politik dan ekonomi dengan disetujuinya Aceh menjadi daerah otonomi khusus dengan nama Daerah Istimewa Aceh.
Peristiwa 1965 sering dimaknai sebagai kudeta PKI perlu kita pertanyakan secara kritis. Peristiwa ini sebenarnya secara umum bisa kita lihat sebagai peristiwa tiga babak yang antara peristiwa bagian satu, bagian dua dan bagian tiga belum tentu saling terkait.
Secara sederhana tiga bagian waktu tersebut terdiri dari:
Sy baru mencermati tulisan ini. Setuju hsrus ada peluruzan sejarah. Apalagi dikaitkan dgn sejumlah publikasih ttgdokumen CIA yg memang merenanakan menjatuhkan Soekarno. Jadi sesu gguhnya pihak asinglah yg berkepentingan.
Bila kita membaca sejarah selalu menceritakan tentang kemenangan akan kelompok tertentu, tetapi tidak pernah kita membaca sejarah tentang kelompok yg mengalami kekalahan.