JAKARTA, TERMINALNEWS.CO – Ulama dan umara bisa diibaratkan seperti dua sisi dari sebuah koin. Mereka menjadi memiliki nilai dan bisa memberikannya karena keterkaitan serta kesatuan antara satu dengan yang lainnya.
Terlebih lagi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemikiran dikotomis yang menganggap bahwa golongan ulama perlu menjauhi ulil amri, justru akan melahirkan polarisasi tak berujung di masyarakat.
Presiden Lajnah Tanfidziyah (Komite Eksekutif) Sarekat Islam Indonesia (SII), KH. Muflich Chalif Ibrahim menjelaskan bahwa ulama dan umara penting untuk berkolaborasi dan membangun kesepahaman.
Hal ini bertujuan untuk menjawab segala bentuk tantangan Indonesia sebagai suatu bangsa, khususnya dalam membendung pengaruh ideologi transnasional yang perlahan menggerus nilai-nilai kearifan lokal.
“Pemerintah Indonesia serta tokoh agama dan para ulama, perlu membangun kesepakatan kesepahaman bersama dengan optimal. Ini dilakukan agar Indonesia dapat menghadapi tantangan dan gelombang perubahan dunia di depan mata. Tantangan zaman ini seringkali datang begitu cepat dan mengancam siapapun yang tidak siap beradaptasi,” tutur KH. Muflich di Bogor, Jumat (27/6/2024).
Menurutnya, pemerintah harus mengikutsertakan para ulama dan cendekiawan dari berbagai kalangan dan golongan, sehingga komunikasi dan jalinan kerjasama yang efektif dari semua unsur bangsa dapat terbentuk.
Hal ini penting untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, seperti yang diamanatkan pada pembukaan UUD 1945.